Latar belakang acara ini adalah adanya miskomunikasi antaraYayasan dan penyelenggara PTKIS. Selain itu, terkait dengan sistem pengelolaan PTKIS pasca penerapan pelaporan EMIS dan Forlap Dikti. Pasal 22 Permenristekdikti No.61/2016, “Perguruan Tinggi memiliki tugas dan tanggungjawab melakukan pengisian dan pengiriman Data melalui PDDikti Feeder”.
Bapak Dr. Buchari, MA sebagai salah satu pemateri menyampaikan, “Pegawai EMIS dan Forlap Dikti seharusnya adalah pegawai tetap Yayasan. Hal ini disebabkan dari sisi beban tugas mengurus EMIS dan PDDIkti sebanding dengan beban tugas wakil ketua.”
Selain itu, masalah sertifikasi dosen PTKIS juga disinggung oleh Bapak Ketua STAI-PIQ tersebut, “Sertifikasi PTKIS merupakan bantuan pemerintah untuk PTKIS dan tidak melekat pada gaji. Maka untuk itu, PTKIS mesti menyediakan gaji dosen dan tunjangan. Memang antara dosen dan yayasan ada perjanjian kerja, namun di luar kontrak perjanjian kerja itu ada masalah kemanusiaan. Apakan dengan gaji yang diterimanya sudah terpenuhi unsur kemanusiaannya.” Demikian ungkapnya dalam acara rapat koordinasi tersebut.
Dosen PTKIS di Sumatera Barat dari segi tugas dan fungsinya sama dengan dosen yang bertugas di PTKIN. Sama melakukan tridharma perguruan tinggi. Bedanya dosen PTKIN digaji oleh negara, sedangkan dosen PTKIS digaji oleh yayasan. Dari sisi ini pula banyak ditemukan kesenjangan antara dosen negeri dan dosen swasta. Dosen negeri digaji oleh negara tidak banyak persoalan yang timbul karena mereka selalu dianggarkan oleh negara melalui DIPA. Sedangkan gaji dosen swasta pada beberapa PTKIS cendrung tidak jelas, tergantung kehendak yayasan yang menaunginya. Bahkan cendrung tidak proporsional dengan beban tugasnya sebagai dosen yang merupakan tenaga profesional.
Agar komunikasi antar yayasan yang ada di Kopertasi Wilayah VI Sumatera Barat dapat berjalan lancar, maka Bapak Prof. Dr. Salmadanis dalam forum diskusi tersebut mengusulkan, “Forum komunikasi yayasan juga mesti ada, gunanya untuk berkomunikasi antara yayasan yang memiliki PTKIS khususnya berada di bawah kopertais wilayah VI.”
Ketua yayasan yang mewadahi IAI Sumbar juga diminta untuk sharing pengalamannya dalam pengelolaan lembaga pendidikan. Karena yayasanya sudah berhasil mendapatkan standar ISO dalam pengelolaan Sekolah Dasar. Kata kuncinya menurut ketua yayasan Kampus IAI Sumbar tersebut, “Kesuksesan kampus terlaksana karena ada hubungan yang harmonis antara yayasan dan pengelola.”
Untuk sebuah kemajuan kampus diperlukan adanya keserasian semua elemen yang terdapat di lingkungan kampus tersebut. Termasuk adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Dosen adalah cerminan sebuah kampus, keberadaannya sangat menentukan kondisi kampus ke depan. Dengan adanya penghargaan terhadap dosen menandakan adanya pengelolaan kampus yang profesional.(AS)